Kamis, 21 Juli 2011

Menghampiri Ayat Allah dalam Kehidupan


Matahari dan Hamba Tunduk pada AllahBagi saya menjadi penerbang itu anugerah, tak terfikirkan bercita-cita menjadi seorang penerbang. Dari kecil saya hobinya terbang pakai sepeda mini trail. ketika itu masih bingung ingin menjadi apa cita-citaku. Setiap kali setelah salat Idul Fitri selalu merenung, apa yang sudah saya lakukan dan yang belum. kemudian merenungi salah satu ayat bahwa Rahmat Allah itu dekat/ada pada orang-orang yang selalu berbuat kebaikan. Kemudian bertanya kepada diri sendiri, ada berapa kali yaaa.., saya meninggalkan salat selama satu tahun..? Alhamdulillah.., ternyata tidak ada yang ketinggalan….., hanya belum tepat waktu ternyata..!
Pendidikan agama yang saya dapatkan memang cukup kuat, Kakek-Nenek memiliki pesantren. Kakek saya, KH. Anwar (Alm.) adalah seorang ahli ilmu falak, dan Nenek saya, Hj. Maskanah adalah pengusaha wanita yang sukses di Jepara, yang juga sangat dekat dengan kelompok Pengusaha Tionghoa.
Kakek saya, bahkan pernah menetap selama beberapa tahun di Arab. Kakek pernah mengamanatkan pada nenek untuk menuruti apapun keinginan saya. Oleh karena itu, hampir setiap saya pergi ke Pesantren di Pabelan, Beliaulah (Nenek) yang selalu mengantar.
Alhamdulillah.., karena rahmat Allah ternyata Allah menunjukan jalannya yang terbaik, yaitu menjadi seorang Penerbang (Pilot) pada usia 21 tahun yang ber-ikatan dinas di Garuda Indonesia selama 18 tahun (1988-2005).
Disetiap kesempatan terbang, saya selalu takjub membaca kebesaran Allah di ketinggian terbang itu, memandangi langit dan awan yang selalu bergerak kemudian menjadi hujan….. memandangi rumah, gedung dan bangunan-bangunan yang  terlihat besar dibawah…. tapi ketika saya sudah diatas, semuanya menjadi kecil kemudian tak terlihat…. kemudian saya merenung…. ternyata apa yang besar dipandangan mata itu semu…. maka kemudian bergumam…. tidak pantaslah saya merasa besar, hebat…., sombong…. yang besar adalah Allah Sang Pencipta Jagat Raya.
Dari situlah, saya memulai setiap langkah mengawali tugas terbang, saya mulai dengan berwudhu, kemudian salat sunnat….. karena tiada daya dan kekuatan melainkan kekuatan Allah. (Laa haula wala kuuwata illa billahil ‘aliyyin adzim).
Kemudian bermunculan-lah tanda-tanda kebesaran Allah yang ditunjukan padaku…!
(kisah ini kami tuangkan dalam buku : “9 Pilot mencari Tuhan” yang telah beredar 2007)

Kamis, 16 Juni 2011

Keajaiban dari Allah

 

Sewaktu kecil, kesehatan saya sangat mengkhawatirkan, bahkan pernah mati suri dan badan sangat panas dan orang-orang sudah menyangka kalau saya tidak bisa bertahan hidup. Nenek kemudian datang dan mengguyur tubuh saya berulang kali dengan air di ember, setelah berkali-kali diguyur, akhirnya terbangun, panas tubuh juga berangsur turun. Ketika kelas lima SD, saya juga pernah jatuh dari atap rumah hingga gagar otak dan menghuni rumah sakit selama tiga bulan. Waktu kecil saya juga pernah kena penyakit flek yang ada di paru-paru dan luka di kaki akibat terkena las karbit, hingga lulus SMP, setiap bulan harus menjalani pijat tradisional pada teman bapak, semua urat syaraf saya diperbaiki letaknya, dan lamanya waktu pemijatan bisa sampai dua jam.

Saya melanjutkan SMA di Jakarta, keputusan ini terpaksa diambil karena kekecewaan pada sistem pendidikan yang ketika itu saya hadapi. Sebenarnya diterima di SMA Jepara, namun karena permainan dari pihak-pihak tertentu, yang mengisi tempat saya justru orang lain dengan nomor yang saya miliki. Orangtua juga menolak untuk memberikan uang suap pada pihak sekolah dan memutuskan untuk menitipkan saya pada Bude yang tinggal di Jakarta. Di Jakarta saya lulus tes di SMA 47, sambil bersekolah, saya menjalankan usaha Bapak yaitu ukiran Jepara. 

Saat lulus SMA, kondisi finansial keluarga sedang sulit, saya harus mempertimbangkan masak-masak pilihan-pilihan yang ada. Saya berpikir, dua kakak sedang kuliah. Satu kuliah di UGM, satu kuliah di Akademi Perusahaan, mana mungkin saya bisa terus sekolah? sementara tiga adik saya juga membutuhkan biaya, apalagi saya bukan orang yang bisa betah duduk di depan meja, dan saya orangnya tipe pembosan. PMDK jurusan Fisika di UI dan UGM juga ditolak, tidak tahu apa yang harus saya lakukan ketika itu. Aktivitas cuma salat malam/tahajut dan mengaji/mengkaji, tak lama berselang, saya diberitahu saudara bahwa ada pembukaan sekolah penerbang di Curug dan IDP di AURI, keduanya sama-sama di bulan Juli. 

Saya bertanya pada saudara yang saat itu bertugas sebagai instruktur di AURI, bagaimana kemungkinannya bila saya mendaftar di AURI, saudara dengan terbuka menjelaskan kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi bila masuk AURI atau penerbangan sipil. Akhirnya saya melaksanakan shalat istikharah dan memutuskan diri untuk masuk ke sekolah penerbang di Curug. 

Yang paling menakjubkan dari proses seleksi di Curug adalah ketika saya menjalani test kesehatan, sebenarnya tidak yakin akan berhasil lulus tes kesehatan. Riwayat kesehatan saya begitu buruk; kaki pernah terkena las karbit, gagar otak, mati suri akibat panas tinggi, flek, kuning/hepatitis dan lainnya. Namun, bila Allah telah berkehendak, memang tak ada yang mustahil. Saya lulus tes kesehatan tanpa hambatan, padahal banyak teman-teman yang gagal tes kesehatan dan harus mengulang tahun depan, bila masih mau sekolah di Curug.

Kamis, 24 Februari 2011

Bergegas Memperbaiki Kondisi

 

Selesai pendidikan, saya terpilih untuk bergabung di Garuda. Semua berjalan dengan lancar hingga suatu ketika sedang melakukan penerbangan menuju Kupang. Di tengah perjalanan saya minta izin untuk shalat tapi Captain mengatakan "Nanti saja..., Tuhan juga tahu kita sedang terbang." padahal waktunya hampir habis. akhirnya saya minta izin ke toilet dan ketika selesai, saya manfaatkan waktu untuk salat Asar Dhuhur jamak qasar di kursi pramugari (Alhamdulillah.... gumamku). Cuaca ketika itu memang sangat buruk, beberapakali kami holding dan mencoba untuk approach tetapi gagal. Sampai akhirnya kami pontang-panting berputar kesana-kemari, bahan bakar sudah hampir habis. Saya berdoa, mungkin ini akhir hidup kami namun kami harus tetap berjuang dan yakin hanya kekuasaan Allah semata yang bisa menyelamatkan kami. Kami terus berusaha, tiba-tiba saya melihat sinar lampu approach melintas, saya langsung mengejar sinar itu, dan begitu didapatkan, segera mengunci titiknya. Alhamdulillah, dengan panduan itu, kami bisa landing dengan selamat. Begitu pesawat mendarat, saat itu pula bahan bakar kami habis ketika sampai di Appron/parkir.

Kehidupan sebagai pilot saya jalani hari demi hari, saya juga sering bercengkerama dengan pramugari dan awak pesawat. Saya ikut kemana mereka pergi, kadang ke diskotik. Suatu ketika mereka turun melantai dan hanya melihat saja dengan memperhatikan orang-orang yang ada di sana. Sewaktu pulang, saya menanyakan pada mereka apa yang mereka rasakan, mereka menjawab ‘itu hanya untuk bersenang-senang saja melepaskan kepenatan”. Dari dialog-dialog itulah, saya jadi sering merenung, kami bekerja semaksimal mungkin untuk mengantarkan ratusan orang ke tempat tujuannya dengan selamat, alangkah baiknya jika kedekatan kami dengan Allah pun semakin rapat agar selalu dapat perlindungan/keselamatan serta sekaligus dapat menghilangkan kepenatan. Beberapa di antara kami pun memiliki pemahaman agama yang baik, bila dapat terjalin diskusi untuk memperdalam wawasan keislaman dan saling mengisi di antara kami, tentu akan berdampak sangat positif. 

Dengan pertimbangan itulah, akhirnya saya mencoba untuk mengambil inisiatif ketika terbang bersama Captain Bambang Subagiyo di bulan Ramadan, ketika itu tempatnya di Hotel Hilton Garden Park Melbourne. Kami berkumpul di kamar captain untuk shalat tarawih bersama dan dilanjutkan dengan pengajian. Kami mendiskusikan hal-hal yang selama ini ingin kami ketahui. Dari sinilah terungkap, banyak di antara kami yang masih jarang melaksanakan shalat, karena kebingungan bagaimana cara menjamak salat, mengqada shalat, tayamum, arah kiblat, dan bagaimana cara mencocokkan waktu shalat dengan perubahan waktu yang selalu kami alami. Diskusi pun bergulir di antara kami dan kami menyepakati untuk selalu mengadakan shalat berjamaah yang dilanjutkan dengan taklim dan diskusi. 

Saya kemudian berpikir, kondisi ini harus segera diatasi, kemudian muncul-lah ide dalam benak saya untuk membuat info shalat dan berbagai info seputar shalat. Ide itu kemudian saya koordinasikan dengan general manager (GM) setempat, agar di balik setiap crew info juga ada keterangan waktu salat, masjid-masjid terdekat, arah kiblat, dan info lainnya. Saya juga mengatakan bahwa info yang tertera juga harus memuat info tempat gereja dan tempat ibadah lainnya untuk umat nonmuslim. Usulan saya disambut dengan hangat oleh Bapak Teguh Triyanto sebagai GM. Mereka sempat menanyakan, darimana kami bisa mendapatkan info tersebut..! Saya menjawab “saya sudah mempersiapkan datanya dari konsulat.” Di tahun 1993 itulah saya berhasil membuatkan jadwal salat dengan data yang didapatkan dari konsulat. Menyusul berikutnya, jadwal salat dan info tempat ibadah, termasuk tempat ibadah agama lain, kami terbitkan di setiap perwakilan, mulai dari New Zealand sampai London. Alhamdulillah Allah berikan kekuatan dan keistiqomahan dalam memperjuangkan amalan ini walau sendirian.